Insomnia adalah kondisi dimana seseorang kesulitan masuk ke fase tidur atau bertahan di fase tidurnya. Karena hal ini, penderita insomnia sering mengeluhkan rasa kantuk saat beraktivitas di siang hari, yang pada akhirnya berimbas pada kemampuan kognitif mereka. Kondisi ini sering dialami oleh orang-orang berusia di atas 60 tahun. Jam biologis tubuh mengalami perubahan seiring bertambahnya usia, yang secara langsung bisa mempengaruhi pola tidur. Selain itu, beberapa jenis obat-obatan juga bisa menyebabkan gangguan tidur.
Hubungan antara penuaan dan kualitas tidur
Adalah hal yang alami ketika bertambahnya usia diikuti dengan penurunan kualitas tidur. Kita biasanya tidur lebih sedikit seiring dengan menuanya tubuh. Waktu yang dibutuhkan untuk masuk ke fase tidur juga akan meningkat. Dimulai sejak usia paruh baya, seseorang bisa kehilangan 27 menit tidurnya setiap malam. Pada usia tua, tubuh tidak membaca sinyal sirkadian secara efektif, yang pada akhirnya menyebabkan mereka bangun lebih awal dari waktu seharusnya.
Mempelajari gejala insomnia pada orang tua

Insomnia dan usia tidak bisa dipisahkan. Seseorang bisa dikategorikan menderita insomnia jika mengalami setidaknya satu dari gejala berikut ini:
- Susah tidur atau susah terlelap.
- Berkali-kali terbangun lebih awal.
- Merasa enggan untuk pergi tidur di jam normal.
- Kesulitan tidur tanpa campur tangan orang lain.
Insomnia juga bisa diketahui dengan mengenali efek samping yang muncul di siang hari, seperti rasa kantuk berlebih, kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, dan gangguan mood. Penderita insomnia rentan mengalami kecelakaan. Jika gejala berulang dalam waktu lama, kondisi tersebut bisa disebut insomnia kronis. Jika tidak, diagnosa yang dijatuhkan mungkin insomnia akut. Insomnia bisa terjadi secara mandiri, atau disebut juga insomnia primer. Sementara jika kondisi tersebut ada sangkut pautnya dengan faktor lain seperti kondisi medis tertentu, insomnia bisa disebut sebagai insomnia sekunder.
Terapi insomnia pada lansia
Ketika menghadapi manula dengan insomnia, yang perlu dilakukan pertama adalah menyediakan lingkungan nyaman untuk menstimulasi tidur. Kamar tidur harus dalam kondisi bersih dan tenang, dengan penerangan yang cukup. Kemudian, suhu ruangan juga tidak boleh turun di bawah 24 derajat celsius. Kamar tersebut harus difungsikan sepenuhnya untuk tidur, bukan untuk aktivitas lainnya, seperti bermain dan bekerja. Untuk menjaga suhu di dalam ruangan, anda bisa memasang AC, yang akan berguna ketika memasuki musim panas. Dokter juga mungkin akan meminta anda untuk menjalani pola makan yang sehat dan mengurangi zat-zat yang bisa membuat tubuh terjaga seperti kafein.

- Kontrol stimulus. Teknik ini didasarkan pada gagasan bahwa seseorang perlu menuju tempat tidur saat merasa tubuhnya lelah. Selain itu, ia perlu punya kesadaran bahwa begadang tidak baik untuk kesehatan. Jika lansia tetap bangun setelah 20 menit berada di kamar tidur, maka ia perlu mencari kesibukan di ruangan lain hingga merasa lelah.
- Pembatasan tidur. Penderita insomnia bisa diminta untuk mencatat jadwal tidur mereka untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, dan jam berapa mereka biasanya tidur / bangun. Dengan mempelajari pola ini, penderita insomnia bisa mengurangi waktu yang mereka habiskan di tempat tidur sebelum benar-benar merasakan kantuk. Waktu yang dihabiskan di kamar tidur harus benar-benar efisien untuk tidur.
- Terapi perilaku kognitif. Tujuan dari terapi ini adalah untuk memperbaiki pandangan negatif yang seseorang miliki terkait kebiasaan tidur. Setelah meluruskan dan memberikan pemahaman terhadap mindset tersebut, diharapkan ia bisa lebih mudah tertidur.
- Terapi penyinaran. Khususnya pada manula yang sering bangun lebih awal, paparan sinar terang di siang hari bisa membuat mereka terjaga lebih lama di malam hari, dan tidur sedikit telat.
Jika semua pendekatan ini tidak menunjukkan hasil maksimal, dokter bisa meresepkan obat-obatan untuk menstimulasi tidur. Obat-obatan insomnia untuk lansia harus dipilih secara hati-hati. Itulah mengapa pengawasan dokter sangat diperlukan, agar pengobatan efektif dan minim efek samping. Beberapa jenis obat meningkatkan resiko terjatuh dan menimbulkan ketergantungan. Obat ini perlu resep untuk mendapatkannya. Selain itu, dokter juga bisa membantu memberikan pencerahan terkait interaksi obat terutama jika lansia juga mengkonsumsi obat untuk penyakit lain yang sedang diderita. Ada pula obat yang menimbulkan rasa kantuk akibat interaksi dengan hormon yang terdapat di dalam tubuh. Itulah mengapa peran dokter sangat penting untuk memberikan obat yang tepat kepada pasien.